Masalah Gizi Anak Muda, Berakibat Buruk Pada Generasi Penerus

Kalau dulu mumgkin pernah mendengar slogan 4 sehat 5 sempurna, kini pedoman itu sudah ditinggalkan dan beralih pada pedoman gizi seimbang. Akibat pemahaman gizi yang salah, generasi penerus masih terancam terkena stunting. Persentasi angka stunting di Indonesia cukup tinggi, hal ini bisa dicegah mulai pemahaman gizi dari usia remaja yang merupakan calon orang tua yang melahirkan generasi penerus.

Masalah Gizi Anak Muda, Berakibat Buruk Pada Generasi Penerus

Pedoman Gizi Seimbang yang sudah lama digaungkan, masih menjadi dasar untuk memenuhi kebutuhan nutrisi masyarakat Indonesia. Perlu adanya bantuan berbagai pihak agar edukasi literasi gizi terus meluas dan dapat diterapkan berbagai kalangan secara merata.

upaya-upaya pencegahan stunting berupa edukasi gizi yang menyasar langsung ke masyarakat perlu terus menerus di lakukan. Salah satunya adalah dengan melibatkan generasi muda dan milenial menjadi agen of change di masyarakat.

Selama masa remaja, yaitu usia 10-19 tahun, dikatakan WHO bahwa anemia merupakan masalah gizi terbesar. Anemia pada remaja dan dewasa muda dapat berdampak  negatif pada kinerja dan pertumbuhan kognitif mereka. Selanjutnya, melalui dampaknya pada kinerja kognitif, anemia dapat mempengaruhi produktivitas ekonomi saat ini dan masa depan.

Penting untuk memantau tumbuh kembang anak

Angka kejadian anemia di Indonesia terbilang masih cukup tinggi. Berdasarkan data Riskesdas 2018, prevalensi anemia pada remaja sebesar 32 %, artinya 3-4 dari 10 remaja menderita anemia. Hal tersebut dipengaruhi oleh kebiasaan asupan gizi yang tidak optimal dan kurangnya aktifitas fisik.

Menurut mamih, Generasi muda saat akan berkeluarga jangan hanya tahu mengenai buku nikahnya saja, tetapi juga harus tahu minimal memahami buku KIA atau biasa dikenal dengan buku PINK, untuk mempersiapkan kehamilan yang sehat dan membesarkan anak dengan asupan gizi seimbang.

Kebutuhan asupan gizi sangat penting sebagai dasar dalam kegiatan sehari-hari, juga berkompetisi dalam era digital globalisasi. Agar mengubah pola hidup mulai pembiasaan asupan gizi seimbang. Melakukan aktivitas fisik bisa dimulai dan diubah secara perlahan.

Kita mulai memanage pola makan mulai dari diri sendiri dengan pembiasaan pola makan yg teratur. Perhatikan jumlah asupan kalori yg dibuthkan dalam sehari. Penuhi juga makro dan mikronutrien.

YAICI Memberikan Edukasi Literasi Gizi Secara Masif

YAICI telah sejak lama melakukan edukasi gizi dan  memiliki perhatian terhadap persoalan stunting dan gizi buruk.. Terlebih, dengan mencuatnya polemik susu kental manis yang membuat BPOM akhirnya mengatur penggunaan produk dengan kandungan gula yang tinggi ini ke dalam PerBPOM No 31 tahun 2018 tentang Label dan Pangan Olahan.

Dalam kebijakan tersebut, terdapat dua pasal yang menjelaskan bahwa kental manis adalah produk yang tidak boleh dijadikan sebagai pengganti ASI dan dikonsumsi oleh anak diawah 12 bulan, serta aturan mengenai label, iklan dan promosinya.

Bersama-sama kita mulai bisa kritis membenahi literasi gizi, sambil belajar asupan yang baik dalam pemenuhan nutrisi untuk keluarga terdekat juga lingkungan.

Ingat bahan pangan lokal bisa diolah, mudah ditemui bisa menjadi asupan yang kaya akan nutrisi. Kalau mamih paling mudah masak sayur bayam dengan berbagai toping protein yang mamih kreasikan agar tidak bosan.

Generasi muda, mungkin masih banyak yg belum memperhatikan apa saja yang dikonsumsi. Hal ini terjadi dari banyak faktor, mulai dr ekonomi dan pembiasaan makan dari kecil dirumah sampai dewasa yang masih belum paham asupan gizi baik untuk tubuh.

Isi piringku bisa disesuaikan dengan bahan pangan lokal yg mudah didapat dari lingkungan sekitar. Diharapkan pagi ini menjadi salah satu gerakan @SahabatYAICI_ID bersama dengan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ), menggelar kegiatan Webinar Hybrid: “Aku, Kamu, Kita, Generasi Muda Sadar Gizi”.

Ketua Harian Yayasan Abhipraya Indonesia (YAICI) Arif Hdayat mengatakan bahwa mahasiswa merupakan pondasi masa depan terkait edukasi dan literasi gizi yang baik untuk masyarakat.

Senada dengan Arif, dr Nyimas Heny Purwati, M. kep., Ns., Sp. Kep. An., menjelaskan bahwa pemberian kental manis sebagai pengganti susu untuk pemenuhan gizi merupakan hal yang salah.

Ingat Kental Manis, Bukan Susu

“Kita bisa lihat jika dalam kental manis, berapa banyak gula yang dijadikan sebagai bahan pembuatannya,” Jelas Nyimas.

Lebih lanjut Nyimas menegaskan, jika ingin mencetak generasi emas yang sesuai target di tahun 2045, edukasi gizi perlu dilakukan sejak calon ibu atau remaja saat ini.

Pegiat Literasi, Maman Suherman, pada kesempatan tersebut juga menyampaikan, untuk mencapai Generasi Emas 2045, banyak hal yang perlu disiapkan. Pertama, terkait persoalan stunting yang masih jauh dari target yang ditetapkan oleh pemerintah.

“Kalau literasi gizi jelek, bonus demografis akan menjadi ancaman bagi kita. Edukasi gizi yang diadakan oleh YAICI menjadi salah satu cara pendekatan kepada generasi milenial bahwa literasi gizi itu penting, karena masih banyak yang salah sangka bahwa kental manis itu susu, padahal bukan. Kental manis bukan susu,” Tegas Kang Maman.

Semoga semakin banyak anak muda yang pahqm akan gizi dan menerapkannya untuk keluarga juga lingkungan sekitar.

Salam sehat semuanya

Spread the love

Add a Comment

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *