Fakta Miris Bahaya Stunting : Jutaan Balita Indonesia Mengalami Gizi Buruk Kronis. Bagaimana Cara Pencegahannya ?
Mungkin curhatan kali ini agak sedikit ngegas melihat fakta mengenai stunting di Indonesia. Banyak orang mengira stunting hanya pada persoalan tubuh pendek saja, padahal kalau sudah seorang anak sudah dikategorikan dengan stunting itu sudah merujuk pada gizi buruk yang parah.
Selain gagal tumbuh karena fisik yang pendek, anak yang mengalami stunting juga memiliki IQ rendah, alhasil koginitif rendah dan rentan terkena penyakit diusia anak, remaja, sampai dewasa.
Fakta Miris Bahaya Stunting di Indonesia
Tetapi faktanya kondisi stunting di Indonesia lebih tinggi dibandingkan negara tetangga, juga ketika dibandingkan dengan negara berkembang. Kondisi stunting diperparah lagi dengan kuranganya edukasi masyarakat akan pemeberian makan yang benar pada anak. Orang tua tidak memiliki bekal yang cukup dalam pengasuhan anak, akibatnya hak anak sering terabaikan dan generasi penerus Indonesia terancam “bodoh” bila banyak bayi serta balita yang mengalami stunting.
Ketika secara kognitif masyarakat berada dibawah rata-rata akan sulit mengejar ketertinggalan akan berbagai kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan, untuk mencapai generasi dengan negara demokrasi optimal akan sulit tercapai, karena demokrasi diperlukan ketika banyak masyarakat dengan sumber daya yang unggul. Seperti salah satu kutipan
BJ. Habibie :“Mustahil ada inovasi di Indonesia jika tidak ada sumber daya yang unggul”, dan itu Fakta.
Kekhawatiran ini ada karena SDM yang unggul dan maju juga menitik beratkan pada IQ rata-rata, kognitif yang baik dan kalau angka stuntingnya masih tinggi tentu saja Indonesia akan menjadi negara tertinggal dan tidak bisa bersaing. Indonesia masih mengalami prevalensi stunting diangka 27,67% masih lebih tinggi dari standari WHO yakni 20% dan Presiden Jokowi berharap turun menjadi 16%.
Kepedulian The Habibie Centre, akan generasi penerus yang terancam tidak bisa berinovasi, maka menggelar talkshow salah satunya bagaimana pencegahan stunting ini bisa diberdayakan ?
Membedah Intervensi Spesifik Pencegahan Stunting
Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto setelah dilantik juga sudah langsung meneruskan berbagai program baik dari Menkes sebelumnya yaitu Ibu Nila dengan melepas Nusantara Sehat yang diharapkan dapat membantu menekan angka stunting dan memberikan edukasi untuk masyarakat.
Menkes Terawan melepas sebanyak 306 peserta Tenaga Nusantara Sehat Tim Batch XIV dan 57 peserta Nusantara Sehat Individu. Kementerian Kesehatan total mengirim 363 peserta yang terdiri dari Ahli Teknologi Laboratorium Medik, Bidan, Dokter Gigi, Dokter Umum, Perawat, Tenaga Farmasi, Tenaga Gizi, Tenaga Kesehatan Lingkungan, dan Tenaga Kesehatan Masyarakat.
Sebenarnya pada tahun 2018 lalu mamih juga sempat berkunjung ke Desa Haya-haya Gorontalo, melihat antusiasme masyarakat dalam pencegahan stuting dengan pemberian makan yang benar melalui “isi piringku” dengan panduan gizi seimbang.
Cukup miris ketika masih banyak balita yang mengalami gejala bahkan sudah mengalami stunting tidak hanya didaerah yang mungkin sulit terjangkau, tetapi ada juga di kota besar yang memang para orang tua belum memiliki edukasi akan pemberian makan yang benar dan pengasuhan anak.
Tetapi apakah pencegahan cukup sampai disini atau hanya pada pemberian biskuit untuk balita?
The Habibie Center Dorong Pemerintah Implementasikan Regulasi Penanggulangan Stunting
Dalam diskusi Demokratisasi dan Kesehatan Masyarakat: Tantangan Penanggulangan Masalah Gizi Anak Nasional, The Habibie Center memberi rekomendasi kepada pemerintah agar melakukan implementasi terobos kebijakan untuk atasi stunting. Mamih cukup antusias dan berulang kali selalu ingat akan pesan “pemberian makan yang benar, pemberian makan yang benar dan pemberian makan yang benar, cukupkan protein hewani untuk membantu membangun sel-sel otak anak sampai usia 2 tahun”.
Prof. Dr. dr. Damayanti R. Syarif, SpA. (K) Ketua Pokja Antropometri Kementerian Kesehatan dan Dokter Spesialis Anak Konsultan Nutrisi & Penyakit Metabolik, FKUI – RSCM dalam paparannya menjelaskan, “Untuk mencegah stunting, diperlukan pemantauan status gizi yang benar, tata laksana rujukan berjenjang hingga intervensi gizi.
Selain permasalahan asupan nutrisi, kondisi penyakit tertentu dapat meningkatkan resiko stunting karena dapat mempengaruhi peningkatan kebutuhan nutrisi maupun kemampuan anak menyerap nutrisi yang dikonsumsi.
Dalam kondisi seperti ini, anak membutuhkan intervensi gizi yang memang sudah terbukti dapat memberikan dampak signifikan terhadap pertumbuhan anak.”
Diskusi hangat lintas lembaga bersama The Habibie Centre untuk membahas intervensi gizi spesifik yang tepat untuk menanggulangi masalah gizi khususnya akibat penyakit pada anak terutama penyakit-penyakit yang berkontribusi besar terhadap angka kejadian stunting, antara lain :
1. Gagal tumbuh,
2. Gizi kurang dan
3. Gizi buruk
Anggaran kesehatan sebesar 5,2% dari APBN sebesar 220 Trilyun diharapkan akan bisa menghasilkan kondisi kesehatan yang baik, ketika masyarakat juga sebagai pembayar pajak berhak untuk mengawal agar anggaran ini bisa semaksimal mungkin dimanfaatkan untuk kelangsungan kesehatan masyarakat dan generasi penerus bangsa.
Seperti yang dikatakan oleh Ketua Dewan Pengurus The Habibie Center Prof. Dr. Sofian Effendi, yakni “Kebijakan publik perlu diintervensi dengan semangat demokratisasi, sehingga implementasi dalam bidang kesehatan sangat diperlukan,”.
Prof. Damayanti tegas mengatakan selaku Tim Dokter Anak RSUPN Cipto Mangunkusumo juga memaparkan hasil penelitian intervensi gizi spesifik dalam pencegahan dan penanganan stunting di Desa Bayumundu, Kabupaten Pandeglang, termasuk edukasi pola makan berbasis protein hewani dan penggunaan PKMK dalam kondisi medis tertentu di bawah pengawasan dokter, yang telah berhasil menurunkan prevalensi stunting sebesar 8,4% selama 6 bulan. Damayanti mendorong pemerintah untuk segera melakukan implementasi kebijakan dan tidak harus terhambat oleh aturan aturan teknis yang seharusnya bisa segera dikeluarkan.
Setelah langsung terjun kelapangan Prof. Damayanti merasakan adanya kesulitasn , terutama untuk makanan yang khusus diberikan kepada anak-anak yang memiliki gejala stunting karena harus import dari luar negeri dan mengalami kesulitas dari sistem pengiriman serta bea cukai.
Stunting adalah kondisi yang bersifat irreversible, atau tidak dapat diperbaiki setelah anak mencapai usia dua tahun. Jika terdeteksi penurunan berat badan (weight faltering), anak harus segera ditangani secara medis agar dokter dapat mencari penyebab kondisi tersebut dan solusinya.
Karena hal ini mendesak tentu saja pemerintah seharusnya dapat membantu kinerja orang-orang yang sudah peduli terhadap penurunan dan pencegahan stunting di Indonesia.
Pemerintah juga melakukan beberapa strategi yang mungkin dapat dibantu dengan hal-hal nyata yang ditemui dilapangan untuk memperbaikin penanggulangan stunting ini. Inti Mudjiati Kasubdit Penanggulangan Gizi Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat Kementerian Kesehatan Republik Indonesia menyatakan, “Pertengahan tahun ini, Kementerian Kesehatan telah mensyahkan Peraturan Menteri Kesehatan No. 29 Tahun 2019 tentang Penanggulangan Masalah Gizi pada Anak Akibat Penyakit.
Permenkes ini mengatur mengenai Pangan Olahan untuk Kondisi Medis Khusus (PKMK) yang diprioritaskan untuk anak dengan resiko tinggi gagal tumbuh seperi gizi kurang, gizi buruk, prematur, alergi, hingga kelainan metabolik lainnya untuk mencegah stutning. Peraturan ini adalah upaya terobosan pencegahan stunting, dan membutuhkan pembahasan lebih lanjut mengenai sasaran dan pembiayaan untuk mendorong implementasinya.”
Kesimpulan Penanggulangan Cepat dan Strategis dalam Mencegah Stunting di Indonesia
Dengan adanya diskusi dari berbagai sektoral tentu saja ada bahan-bahan masukan yang perlu dipertimbangankan agar pelaksanaan dalam pencegahan stunting ini maksimal. Mamih juga senang dengan paparan yang disajikan membuat mata mamih terbuka dalam aplikasi pencegahan stunting mulai dari rumah yakni :
1. Pemberian makan yang benar untuk anak. Tidak melulu mengikuti tren MPASI itu baik setelah mendengarkan diskusinya, tetapi cukupkan kebutuhan pangan bayi dengan nutrisi yang lengkap lemak, protein, mineral terlebih lagi protein hewani yang membantu membangun rangkaian sel otak untuk meningkatkan kognitifnya.
2. Memilih bahan pangan dan pengolahannya dengan benar. Selain pemberian makan yang benar dan mulai dari bahan pangan yang mudah ditemui (termasuk protein hewani), seperti telur, ayam, ikan dan belajar untuk memilih, mengolah dan memberikan ke anak dengan cara yang benar.
3. Diharapkan orang tua berperan aktif dalam memantau pertumbuhan seperti memperhatikan ukuran lingkar kepala, bera badan bayi setiap bulannya dengan cara pengukuran yang benar pula.
4. Pemberian stimulasi dari orang tua juga membantu bayi agar mencapai pertumbuhan dan perkembangan sesuai dengan tahapan usianya, ketika ada keterlambatan bisa diberikan intervensi sedini mungkin.
5. Orang tua bisa membuka diri untuk belajar pemberian makan yang benar, pengasuhan yang tepat dan juga menyebarkan informasi yang benar mengenai pencegahan stunting yang merupakan tanggung jawab bersama dalam pemenuhan hak anak.
Deputi Menteri PPN/Kepala Bappenas Bidang Pembangunan Manusia, Masyarakat, dan Kebudayaan Subandi menuturkan, “Terdapat dua prioritas utama di bidang kesehatan yang sudah dituangkan dalam RPJMN 2020-2024, yaitu :
1. Penurunan angka kematian ibu dan
2. Penurunan prevalensi stunting.
Kami memiliki target yang cukup ambisius untuk menurunkan stunting hingga 19% pada tahun 2024 dan hal ini perlu diikuti dengan intervensi yang konvergen. Jika tidak, potensi kerugian ekonomi setiap tahunnya akibat stunting adalah 2-3% dari GDP. Untuk itu, mari kita bersama-sama fokus untuk memastikan agar intervensi yang kita miliki tidak hanya terkirim (sent), tetapi tersampaikan (delivered) ke masyarakat.”
Teman-teman yang mungkin masih single dan merasa stunting belum terlalu penting, mungkin bisa lebih membuka diri karena stunting juga bisa dicegah ketika calon Ibu dan calon Ayah berusia remaja dengan membiasakan gaya hidup sehat agar kelak keturunannya juga bisa terlahir dengan sehat. Karena 1000 hari pertama dimulai saat calon bayi berada dikandungan Ibu berusia 0 bulan sampai 2 tahun yang merupakan masa genting untuk diberikan gizi yang baik dan cukup
Dr. drg. Widya Leksmanawati Habibie, M.M., Associate Fellow di The Habibie Center mengatakan bahwa tingginya angka stunting adalah cerminan ketidaksetaraan sosial dan hal ini berkaitan erat dengan demokratisasi. Maka dari itu, The Habibie Center menyampaikan 7 rekomendasi terkait penanganan stunting yang terdiri dari:
- Penimbangan dan pengukuran balita setiap bulan di Posyandu, dan dibutuhkan kelengkapan alat ukur sesuai standar WHO;
- Pengesahan revisi PMK Antropometri Anak untuk deteksi tumbuh kembang balita;
- Perbaiki buku KIA untuk memperbaiki pola MPASI dengan Protein Hewani;
- Pemberian bantuan protein hewani termasuk susu untuk keluarga dengan balita;
- Pelatihan dokter, bidan, ahli gizi dan kader untuk mendeteksi stunting dengan intervensinya;
- Penyediaan PKMK untuk kondisi yang menyebabkan stunting seperti gizi buruk, gizi kurang, gagal tumbuh, alergi, prematur, sampai kelainan metabolik; serta
- Meningkatkan anggaran intervensi gizi spesifik dalam anggaran stunting bukan hanya 30%, tetapi misalnya 50:50.
Apakah teman-teman pernah menemui adanya gejala atau kasus stunting atau kerabat, tetangga dan lingkungan masih belum paham dengan edukasi gizi dan kesehatan untuk bayi serta anak ?.
Dengan saling memberikan informasi akan sangat membantu kerja dari pemerintah serta petugas ahli dan medis dalam menanggulanggi stunting di Indonesia dan diharapkan generasi penerus benar-benar unggul serta memiliki inovasi yang bisa bermanfaat untuk kehidupan banyak orang.
Teman-teman bisa langsung berdiskusi atau bertanya dalam kolom komentar yah, semoga anak-anak Indonesia selalu sehat dan bahagia.